Jakarta - Banyak orang ingin tahu apa saja santapan raja-raja Jawa di masa lalu. Nyatanya kuliner keraton tak pernah dinikmati orang di luar keraton.
Kekayaan budaya Jawa juga dapat ditelisik dari kegiatan dapur keraton Surakarta. Beragam hidangan yang diolah di keraton Surakarta disajikan untuk keluarga keraton juga untuk ritual di lingkungan keraton.
'Kalau orang bilang tengkleng, sego liwet atau sate buntel itu dulunya kuliner keraton, maka itu salah besar,' ungkap Yudhi Soerjaatmodjo, pendiri Dapoer Dongeng.
Foto: detikcom |
Berkolaborasi dengan Nusa Indonesian Gastromony, Yudhi menghadirkan 'Kisah Kulner Kasunanan Surakarta', hari Jum'at (30/4) malam. Hadir dari Solo, ibu Kusdarsiah Retno Mulyani, salah seorang abdi pawon Kasunanan Surakarta.
Yudhi menuturkan latarbelakang kuliner di dalam keraton Surakarta yang mungkin belum banyak diketahui orang. Tak dapat dipisahkan dari sejarah dan raja yang bertahta dari masa ke masa.
'Tak banyak orang tahu bahwa keraton Surakarta di masa lau punya 8 dapur dengan fungsi yang berbeda,' tutur Yudhi.
Di bawah pengawasan forum keputren ada Pawon Ageng untuk raja dan keluarganya , dapur Gondorasan untuk sesaji dan syukuran, dapur Sekul Langgen untuk prajurit dan dapur Utama (Koken), untuk hidangan barat. Kemudian ada pawon nyirosuman untuk kuliner kecil,, pawon Drowesono dan pawon kridowoyo khusus untuk minuman.
Msekipun sekarang nyaris semua dapur tersebut sudah berubah fungsi. Tak lagi digunakan untuk memasak tetapi untuk daerah tinggal. Salah satu yang masih bertahan yakni dapur gondorasan.
Foto: detikcom |
Dapur gondorasan hingga sekarang masih rutin menciptakan kuliner untuk sesaji dan wilujengan atau ucapan syukur. Dalam tim dapur ini ada 10 orang perempuan yang bertugas memasak. Ada yang turun temrun tetapi ada juga yang tidak. Mereka hanya memasak pada hari Selasa Kliwon dan Kamis saja untuk sesaji dan wilujengan. Tiap kali menyiapkan masakan dapat berpuluh tampah atau niru.
'Komunikasi dengan alam selalu dilakukan oleh orang Jawa. Ketika simpulan mengolah kuliner sebelum dinikmati dilakukan upacara ucapan syukur, mengembalikan ke alam gres kemudian dimakan,'jelas Yudhi wacana wilujengan yang dilakukan oleh keraton Surakarta.
Yudhi menjelaskan bahwa orang Jawa tak hanya kenal demam isu hujan dan kemarau saja tetapi ada 12 musim, pronoto wongso. Ini yang menciptakan setiap sajian akan dibentuk berbeda sesuai dengan musimnya. Ketersediaan pangan sesuai dengan kondisi alam dan cuaca.
'Jadi tak dapat kalau tiba-tiba harus ada daging kerbau atau kijang,' imbuhnya.
Kuliner Surakartapun diungkap di Serat Centhini. Sebuah ensiklopedia sastra yang ditulis oleh para pujangga mengenai segala aspek kehidupan manusia. Bukan sekedar dongeng perjalanan putra-putri Sunan Giri saja. Karya sastra yang diterbitkan pada tahun 1814. Pada masa itu hingga dengan 1830 merupakan masa kerajaan Mataram Islam. Karenanya tak ada lagi kuliner haram yang disebutkan.
Salah satu sajian yang dibentuk untuk wilujengan yakni sego golong jangan menir. Dibuat dengan materi sederhana dan teknik memasak sederhana tetapi tetap lezat. Sego golong ini merupakan salah satu dari berpuluh-puluh jenis hidangan yang biasa dibentuk di dapur gondorasan. Baik jenis maupun jumlahnya sangat banyak. Tak ada resep tertulis tetapi setiap abdi pawon mengikuti ritual dan cara sesuai tradisi pendahulunya.
Tonton video 'Dongeng Tentang Kuliner Asli Kasunanan Surakarta':
Mengintip Kuliner Kasunanan Surakarta Melalui Dapur Gondorasan
4/
5
Oleh
september